BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Mengingat pentingnya peran wanita
pada era 21 ini, sudah saatnya perempuan meningkatkan kapasitasnya dihadapan
laki-laki. Apalagi di bidang pendidikan, perempuan sudah mendapatkan hak yang
sama dihadapan laki-laki. Di Undang-Undang Dasar ’45 sudah diatur bahwa setiap
warga Indonesia mendapatkan hak yang sama tanpa memandang ras, suku, atau agama
tertentu. Setiap laki-laki
dan perempuan seharusnya bisa menanamkan kepada
dirinya terlebih dahulu bahwa kesetaraan gender ini penting. Bagi perempuan mempersiapkan diri sebaik
mungkin untuk selalu meningkatkan prestasi agar kelak mendapatkan pekerjaan
yang baik demi mendukung progesivitas ekonomi keluarga. Begitu juga dengan
laki-laki, sadarlah bahwa kelak akan menjadi tulang punggung yang paling utama
dalam keluarga. Maka dari itu, baiknya menyadari akan kesetaraan gender ini
agar sebagai laki-laki mampu menghargai perempuan dan sebaliknya.
- Rumusan Masalah
- Apa yang diketahui perspektif gender?
- Apa yang dimaksud kesetaraan dan pembiasan gender?
- Bagaimana upaya mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan?
- Bagaimana cara agar tidak menjadi pembiasan gender dalam pendidikan?
- Tujuan
- Agar sebagai calon guru sekolah dasar mengetahui peran dan manfaat mengetahui perspektif gender dalam pendidikan.
- Mengetahui upaya yang harus dilakukan agar tidak terjadi pembiasan gender jika menemukan masalah dalam pendidikan yang akan terjadi.
- Membangun kembali upaya yang telah diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Pendidikan dalam Perspektif Gender
Gender
berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis
kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan
sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan
perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh
perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu, pembagian
peranan antara pria dengan wanita dapat berbeda di antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan lingkungan. Peran gender juga
dapat berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan : pendidikan,
teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti, peran jender dapat
ditukarkan antara pria dengan wanita (Agung Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi
Wanita Universitas Udayana, 2003).
Jadi pendidikan
dalam perspektif gender adalah melaksanakan pemantauan, dan evaluasi dilakuan
dalam melibatkan peran laki-laki dan perempuan dalam pendidikan.
Contoh
peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai
berikut. (1). Masyarakat Bali menganut system kekerabatan patrilineal, berarti
hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari
pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu). (2). Masyarakat Sumatera
Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan
garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria
(ayah). (3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral,
berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan
hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu). Jadi status dan peran pria dan wanita
berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang
disebabkan oleh perbedaan
Contoh
peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman
sebagai berikut. Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan
oleh pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa.
Dikemukakan oleh Bemmelen (2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh
masyarakat pada pria dan wanita sebagai berikut. Perempuan memiliki ciri-ciri:
lemah, halus atau lembut, emosional dan lain- lain. sedangkan pria memiliki cirri-ciri: kuat, kasar,
rasional dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya ada wanita yang kuat, kasar
dan rasional, sebaliknya ada pula pria yang lemah, lembut dan emosional.
Kesadaran
sosial tentang gender yang ada di dalam masyarakat sudah lebih baik
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. perempuan dalam hal ini sudah mulai
meningkatkan kemampuannya sesuai dengan bidang yang digeluti. Contoh yang
ekstrim adalah pekerjaan tukang becak. Kebanyakan tukang becak dilakukan oleh
laki-laki. Namun, karena terdesak oleh kebutuhan, maka perempuan yang berbadan
fisik kuat bisa melakukan pekerjaan sebagai tukang becak. Atau seorang
direktur. Tidak harus seorang direktur dipegang oleh laki-laki. Perempuan pun
bisa menjadi direktur. Kesadaran sosial seperti inilah yang harus selalu
ditumbuhkembangkan di dalam masyarakat agar kemajuan sumber daya masyarakat
dalam bidang ekonomi dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
- Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar,
tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun
keharmonisan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga
berkualitas. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas)
serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender adalah suatu
perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa
dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya,
hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan gender
berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender, ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi
dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
Dalam memenuhi kesetaraan dan keadilan gender
diatas, maka pendidikan perlu memenuhi dasar pendidikan yakni menghantarkan
setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut
pendidikan kerakyatan. Ciri-ciri kesetaraan gender dalam pendidikan adalah
sebagai berikut:
- Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis publik.
- Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender.
- Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu.
- Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman.
- Individu dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.
- Bias Gender dalam Pendidikan
Bias gender dalam
pendidikan adalah realitas pendidikan yang mengunggulkan satu jenis kelamin
tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan
gender.
Berbagai bentuk
kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
terpresentasi juga dalam dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi
pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan
nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan
gender dalam masyarakat. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam
pendidikan dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain:
- Kurangnya partisipasi (under-participation). Dalam hal partisipasi pendidikan, perempuan di seluruh dunia menghadapi problem yang sama. Dibanding lawan jenisnya, partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah. Di negara-negara dunia ketiga dimana pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki.
- Kurangnya keterwakilan (under-representation). Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga pengajar maupun pimpinan juga menunjukkan kecenderung disparitas progresif. Jumlah guru perempuan pada jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki. Namun, pada jenjang pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan penurunan drastis.
- Perlakuan yang tidak adil (unfair treatment). Kegiatan pembelajaran dan proses interaksi dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid perempuan. Guru secara tidak sadar cenderung menaruh harapan dan perhatian yang lebih besar kepada murid laki-laki dibanding murid perempuan. Para guru kadangkala cenderung berpikir ke arah “self fulfilling prophecy” terhadap siswa perempuan karena menganggap perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi.
Upaya untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan yang dapat
dilakukan sebagai berikut:
- Reintepretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bias gender dilakukan secara kontinu (sudut pandang Islam).
- Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara laki-laki dan perempuan, demikian pula kurikulum lokal dengan berbasis kesetaraan, keadilan dan keseimbangan. Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan dan tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak sampai ke tingkat Perguruan Tinggi.
- Pemberdayaan kaum perempuan di sektor pendidikan informal seperti pemberian fasilitas belajar mulai di tingkat kelurahan sampai kepada tingkat kabupaten disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
- PeranGender dalam Menyesuaikan Kehidupan
Setelah
kita mempunyai pemahaman yang sama tentang konsep gender, berikut ini akan
dibahas peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender. Peranan wanita
dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada
status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang
politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan
keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita
dalam pembangunan yang berwawasan gender
- Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
- Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lainlain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sector domestik.
- Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
- Dampak yang akan di Timbulkan
Dampak
yang ditimbulkan dari kesetaraan gender sendiri menimbulkan dampak positif dan
negatif. Dampak positifnya adalah lebih produktifnya perempuan karena peran
perempuan tidak hanya di dalam rumah tangga mengurusi urusan rumah tangga.
Perempuan juga bisa mengembangkan segenap potensinya untuk mengembangkan
karirnya sehinga produktifitas ekonomi bagi keluarga bisa lebih ditingkatkan.
Namun, kesetaraan
gender juga menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah timbulnya wanita
karir. Banyak juga wanita yang menunda pernikahan sampai ada yang rela tidak
nikah karena akan mengganggu pekerjaan wanita tersebut. Ada juga wanita karir
yang menikah, sehingga akibat yang ditimbulkan adalah terlantarnya anak-anak
keluarga wanita karir tersebut karena sang ibu lebih mementingkan pekerjaannya
daripada mengurus anak-anak. Tak jarang mereka lebih sering menyewa baby sitter
untuk mengurus anak-anak mereka. Tentu saja sang anak tidak mendapatkan kasih
sayang yang semestinya dari ibunya atau orang tuanya. Inilah salah peran sang
ibu bila kesetaraan gender dilakukan secara berlebihan. perempuan bisa bekerja
setara dengan pihak laki-laki, namun pekerjaan rumah tangga tidak boleh
ketinggalan.
Dalam hal ini perlunya pengembangan dari pihak pemerintah dalam menghadapi
guru yang kebanyakan berjenis kelamin perempuan, disinilah peran kita sebagai
guru harus bisa membantu peranan yang seharusnya dilakukan oleh guru laki-laki.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Gender adalah pembedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh
perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh
laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan
perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis
sebagian besar justru terbnetuk melalu proses sosial dan cultural. Oleh karena
itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar
kelas sosial ekonomi masyarakat.Dalam batas perbedaan yang paling sederhana,
seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai
status yang diterima atau diperoleh.
- Saran
- Sebagai guru kita mencegah adanya pembiasan gender dalam pendidikan
- Adanya upaya kebersamaan antara sekolah dan sistem pemerintah dalam memberikan batasan gender di bidang pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Agung Aryani, I Gusti Ayu. 2002. Mengenal Konsep
Gender (Permasalahan dan Implementasinya dalam Pendidikan).
Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana. 2003.
Konsep Gender dan
Pengarusutamaan Gender. Materi Sosialisasi Gender
dan Pengarusutamaan Gender untuk Toga dan Toma di Provinsi Bali. Denpasar
Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender
dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Alpha, 2005).
Mansour Faqih, Analisis gender dan
Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996).
Wawan Djunaedi, dan Iklilah Muzayyanah,
Pendidikan Islam Adil Gender di Madrasah, (Jakarta : Pustaka STAINU, 2008).
http://garasikeabadian.blogspot.co.id/2013/03/gender-dalam-pendidikan.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar